Sebenarnya akhir-akhir bulan lalu banyak hal yang bisa bikin aku galau entah tentang persepsi hidup atau banyak hal yang kabur.
Jujur, banyak orang menyayangkan aku ikut tes ini hanya satu orang yang sangat menginginkan aku ikut dan lolos di tes ini yaitu "ibu".
Sebenarnya aku sadar sudah mulai kehilangan sebuah lem yang biasanya rekat banget di hati. cuman kok saat aku melihat dunia dengan ke realistisannya, aku baru sadar bahwa enggak semudah itu kita keluar dari ketidak realistisan.
Jujur dalam do'a aku berharap, "Ya Allah mungkin aku termasuk orang yang tidak bisa memandang hidup realistis, namun engkau yang sebenarnya lebih paham tentang ke realistisan diri ini. realistiskan hamba di jalan yang hamba mampu untuk berdiri Ya Allah."
Tes ini jelas banyak sekali orang yang mengikuti dan banyak pula yang menginginkan untuk lolos karena hidup di bagian ini jelas serba-serbi untungnya.
Namun lagi-lagi aku bukanlah orang yang realistis dalam menata hidup, karena pola hidupku jelas sudah aku bentuk dengan sedemikian anehnya. makanya banyak orang yang memandang aneh ketika aku itu tes ini.
Belum lama enggak sengaja aku mendengar obrolan teman-teman di warung sebelah wisma pelatih wiladatika saat olimpiade FIM. seorang yang dulu pernah menjadi coach ku sedang berdiskusi aku duduk saja sambil minum.
"Ya realistis saja lah hidup, kalau memang jatahnya di situ dan kalian ahli disana g ada yang salah kok "PNS" itu butuh juga orang-orang yang ahli, siapa yang mau memperbaiki kalau tidak mereka yang ahli."
Jujur sehabis mendengar kata-kata tadi aku jadi merasa bersalah, perasaan bersalah yang sebenarnya tidak aku rasanya setelah pulang dari tes. Mungkin ibu tidak tau bahwa saat tes aku melakukan kesalahan.
Aku tidak pernah niat tapi iseng mencoba itu sudah salah saat tes di jakarta paginya, malem aku masih di semarang terpaksa naik bus ekonomi, sampai di tempat tes aku kecapeean, alhasil tidur dan tidak konsen. sudah berapa kesalahan yang aku lakukan. tapi aku tidak merasa itu salah.
Aku tau niat ibuku mulia sekali ya Allah, namun otak ku yang tidak realistis ini tidak pernah bisa berkompromi dengan banyak hal. dan aku akhirnya menjawab bahwa aku bukanlah orang yang ahli disana. Tapi apa iya aku tidak realistis?
Aku hanya takut kehilangan mimpi, dimana aku membangun mimpi itu dari lama, meski kadang aku harus jatuh dan membangkitkan lagi mozaik mimpi yang berserakan.
Awalnya aku berpikir ketika aku bekerja di sana masih bisalah, waktuku untuk merangkai mimpi itu. Tentu masih, namun apakah hidupmu akan maksimal mimpiku. Mimpiku juga? pasti setengahnya saja tidak.
Aku meletakan mimpi ini bukan untuk terus dimimpikan namun aku ajak mimpi ku hidup ke dalam kenyataan.
Realistis sajalah!
Iya aku realistis namun dengan ke-realistisan dalam pikiranku.
Optimis tapi realistis.
Saat aku menulis mimpi-mimpi ku dan aku share di sosmed, yap banyak yang like banyak juga yang mencibir. "Terlalu Tinggi"
Setinggi apa sebenarnya tingkat mimpiku hingga aku dianggap tidak realistis.
Obama saja dari anak biasa dan bermimpi menjadi presiden, realistisnya dia sekarang jadi presiden.
Aku tidak ingin jadi presiden. Aku hanya ingin menjadi seorang pendidik dalam duniaku, FILM. Aku ingin bersanding dengan mereka para film director Indonesia Dedi Mizwar, Hanung, Joko, Nia, Mira Lesmana, Anggy Umbara, dll bahkan ketika benar itu telah terwujud aku tak segan-segan menaikan level mimpiku untuk menjadi sekelas Hollywood.Realistis.
Apalagi ditambah semakin bertambahnya umur tapi masih banyak hal yang
belum aku lakuin. Berarti realistis aja klo banyak waktu yang terbuang,
jadi balik lagi gimana agar realistis itu bisa jadi bagian dari hidup.
yap upgrade!!! Baru optimis!!!
Namun itu butuh proses, dan peningkatan diri. Mimpi tanpa usaha adalah omong kosong. Mimpi tanpa Peningkatan kualitas diri adalah bohong. dan Mimpi tanpa kepercayaan dan do'a adalah sombong.
Proses itu juga akan menjadi cerita dalam setiap guratan otot-otot yang mengencang. Aku ingin terus berproses meraihnya, aku dulu, aku sekarang, aku nanti, aku masa depan.